Jakarta
Pemerintah tengah mengajukan RUU Pemilihan Kepala
Daerah. Di dalam salah satu pasalnya, diatur mengenai pemilihan
gubernur. Di RUU ini, pemerintah berkeinginan mengubah proses pemilihan
gubernur. Bila sekarang dipilih langsung, ke depannya, seandainya
disetujui gubernur akan dipilih oleh DPRD.
"Seorang Gubernur
untuk dipilih langsung oleh rakyat menjadi tidak relevan, karena
interaksi yang terjalin antara rakyat dan seorang gubernur juga tidak
langsung. Oleh karena itu, mekanisme pemilihan yang paling kompatibel
untuk diterapkan dalam pemilihan gubernur adalah dengan mekanisme
perwakilan yang dalam hal ini dipilih dalam melalui suara terbanyak oleh
DPRD Provinsi yang bersangkutan," demikian keterangan pers Mendagri Gamawan Fauzi, Jumat (8/7/2012).
Jadi,
dalam RUU yang merevisi UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah itu,
gubernur dipilih DPRD. Hanya Bupati atau Walikota saja yang dipilih
langsung oleh rakyat. Pemerintah pun punya alasan untuk itu.
"Bahwasanya
kabupaten/kota dalam sistem pemerintahan di negara kita merupakan
jenjang pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat. Dengan
demikian, kabupaten/kota merupakan unit yang langsung memberikan
pelayanan kepada masyarakat, di mana pelayanan langsung berakibat pada
interaksi yang berbasis kepercayaan (trust) masyarakat secara langsung.
Oleh karena itu, untuk mekanisme pemilihan bupati/wali kota adalah
dengan mekanisme pemilihan secara langsung (direct democracy) oleh
masyarakat di daerah yang bersangkutan," jelas Gamawan.
Gamawan juga menguraikan sejumlah alasan, mengapa gubernur tidak perlu dipilih langsung. Alasan tersebut yakni:
1.
Untuk mengeliminasi keletihan psiko-politik rakyat, di mana hal ini
menjadi wajar apabila kita simulasikan secara maksimal seorang yang
telah memiliki hak pilih di Indonesia akan melakukan pemilihan sebanyak 7
(tujuh) kali dalam rentang waktu 5 (lima) tahun, di mana jumlah
tersebut belum termasuk pelaksanaan pilkada ulang yang terjadi di
beberapa daerah. Kondisi ini pada gilirannya menyebabkan tumbuhnya
gejala pragmatisme di tengah masyarakat kita.
2. Untuk mereduksi praktik politik uang yang menyebabkan dekadensi moral masyarakat dan degradasi kualitas demokrasi kita.
3.
Dapat mengefisienkan dana penyelenggaraan pemilihan gubernur, yang
dalam catatan Kementerian Dalam Negeri pernah mencapai besaran Rp 1
triliun rupiah dalam pemilihan gubernur Jawa Timur yang berlangsung
dalam 2 putaran dan diulang pelaksanaannya di sejumlah daerah.
Sumber: detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar